05.17
*Dedicated to Beta, Qonita, and Iriel. Thanks for a wonderful chat at Sushi time*
LOGIKA dengan antusias menceritakan kisah cinta temannya yang sudah pacaran 10 tahun ternyata menikah hanya untuk 3 minggu.
REALITA membalas, bahwa dia juga punya teman yang menikah dengan sahabatnya sendiri yang telah dikenal bertahun-tahun tapi hanya sanggup bertahan dalam "bahtera" itu dalam hitungan bulan, tuh.
KEINGINAN tak kalah seru, ia sempat iri dengan kehidupan temannya yang terus terlihat bahagia karena memiliki segala yang diimpikan hampir semua wanita: perkawinan dengan suami ganteng dan mapan, anak yang lucu-lucu, belum lagi ukuran badan dan penampilan sang teman yang bahkan masih bisa mengalahkan pasaran perempuan-perempuan lajang ibukota. Tapi rasa iri itu berubah jadi sebuah diam, saat dia mendengarkan pengakuan sang teman yang terus berdandan hanya untuk menutupi ketidakbahagiaan dalam perkawinan. Bahwa sang teman pada akhirnya menyerah dengan semuanya dan....bercerai.
KATA HATI dan INSTING hanya mendengarkan dengan mata mengerjap-ngerjap sembari menyeruput minuman panas milik masing-masing dalam obrolan lebih panas di tengah Jakarta yang sangat panas.
REALITA:
Gue nggak ngerti. kenapa ribet banget sih kayaknya "marriage life" hari gini? Percuma pacaran lama tapi nggak jaminan. Kenal lama sebelumnya juga nggak ngasih jawaban. Apalagi ama yang baru kenal 1 bulan? Sepertinya itu bunuh diri pelan-pelan. Kok ngga kayak jaman emak-emak kita dulu ya?
LOGIKA:
Iya. Ngga tau, ya. Apa karena dulu tujuan akhir dari setiap perempuan memang cuma ampe jadi istri dan punya anak aja ya? Karena itu urusan bibit bebet bobot juga jadi penentu paling dahsyat. Namanya juga tujuan akhir. Coba tanya emak-emak kita. Mereka udah sangat bersyukur ngeliat kita anak-anak mereka selesai sekolah, dapet kerjaan, dan berharap-cenderung panik- kita buruan nikah untuk nanti bisa kasih cucu ke mereka. Se-simple itu. Itu keinginan terakhir mereka. Ngeliat cucu. Jadi ya, mereka punya kecenderungan untuk mengabdi kemanapun suami-suami mereka a.k.a bokap-bokap kita ngebawa mereka dalam hidup ini. Dan itu ngebuat emak-emak kita pun sanggup bertahan dalam kondisi apapun demi keutuhan keluarga. Kan tujuan akhir? Mau ngapain lagi? Ditambah lagi, perceraian dalam budaya masa-masa itu aib yang nggak akan bisa diterima oleh keluarga.
KATA HATI pun menambahkan:
Iya ya. Sementara perempuan-perempuan sekarang? Menikah bukan tujuan akhir, ya? Menikah itu salah satu event dalam hidup lu. Apalagi pereu-pereu kayak lu, kayak kita, kali? Lu pasti punya tujuan hidup independent buat diri lu sendiri mau ngapain di dunia ini, kan? Karenanya, mungkin itu yang bikin jadi lebih susah untuk nemuin orang yang tepat searah ama tujuan lu itu. Belum lagi urusan speed-nya lah, power-nya lah, endurance-nya lah kalo mau sejajar di track yang sama. Ya nggak? Sekarang lu aja bisa berantem untuk urusan pengen punya rumah di tengah ato mending di pinggir kota Jakarta? Ato urusan anak harusnya sekolah dimana? Apalagi ikutan mengabdi ama suami lu di pedalaman Papua? Buntut-buntutnya dalam itungan bulan baru deh ngerasa "beda prinsip".
REALITA:
Lagian kan hari begini cerai udah biasa, ya? Nggak malu-maluin amat. MBA aja udah bukan aib, kok...
INSTING akhirnya ikut bicara:
Mungkin, apa karena itu ya? Kok kalo gue perhatiin, temen-temen kita yang hidupnya lebih "lurus" dan nggak neko-neko punya tujuan hidup independent yang aneh-aneh segala, jadi lebih mudah dapat pasangan, ya?
KEINGINAN:
Ato intinya karena mereka nggak lebih cerewet aja kayak lu, kayak kita kali? Ato gue doang?
LOGIKA:
KATA HATI, tumben lu tau arah omongan gw? Jadi intinya sih, gue cuma mau bilang kalo kayaknya ini semua salahnya R. A. Kartini. Dia yang bikin kita perempuan-perempuan di jaman ini jadi lebih susah cari calon suami. Semacam mengajak-ajak makan Apple of Knowledge. Dan kita 'kemakan'.
Huahauahuahuaa. Lima sahabat itu tergelak di tengah salah satu dari sekian banyak obrolan makan malam yang menyenangkan. Mereka selalu bersama meskipun saling berbeda. LOGIKA si supel yang memang paling bisa mencari-cari yang bisa disalahkan dalam segala situasi dengan cara bercanda sarkastis-nya. KEINGINAN yang ukuran tubuhnya paling besar, paling sukar ditebak karena seleranya suka berubah-ubah. INSTING yang cukup ringkih kadang suka kasih peringatan meskipun kadang juga suka gampang terpengaruh KEINGINAN. Kalo udah begini, KATA HATI yang selalu netral akan berusaha menengahi. Sayangnya ia susah ditemui. Sementara REALITA si gaul yang tak pernah ketinggalan di setiap kesempatan, suka sekali mengaburkan semuanya kembali.
Mungkin itulah yang membuat mereka sanggup bertahan untuk bersahabat cukup lama.